Friday 26 August 2011

UI Depok Sepanjang Perjalanan – Siri 4 – Samsul Kamil Osman

“Permulaan Sebuah Perjuangan”


Pagi ini awan mendung seperti ingin berarak pergi. Tetapi sepertinya mentari masih tak pasti apakah akan memunculkan diri. Kedengaran guruh dan kilat seperti menyapa dan menegur sesama sendiri, seperti ada tanda-tanda hujan pula yang akan turun menyirami bumi. Tapi aku belum terlalu pasti, apakah hujan akan membasahi bumi, atau saja nanti hanya seperti angin lalu, yang singgah dan kemudiannya pergi lagi. Air yang dibawa tak terlalu bererti, sekadar mencurah tapi tak sempat menyirami dan membasahi pohon-pohon, rumput-rumput dan segala penghuni di bumi yang telah lama menanti.

[Foto 1 : Mengiringi Duta Besar membawa lagu Getaran Jiwa]

Tetapi yang pasti, aku tak akan pernah peduli. Baik panas, mendung, hujan ataupun ribut sekali, ke kampus aku teruskan melangkah pergi. Apa yang penting ilmu yang aku cari. Aku tak peduli walau apapun yang terjadi, segala rintangan akan sedia aku harungi, walaupun ribut, taufan sanggup saja aku tentangi, asalkan tujuan asal dapat aku penuhi.

Ke kampus sekarang memangnya aku tak perlu ditemani lagi. Aku sudah bisa mengurus diriku sendiri, aku sudah bisa mengharungi cabaran dengan cekal dan berani. Semangatku sudah kental tak perlu dinafikan lagi. Aku harus pandai menjaga adab sopan supaya dipandang tinggi. Aku harus menjadi contoh terbaik supaya dikagumi. Aku harus berpekerti supaya ramai teman yang menyayangi dan disenangi.

[Foto 2 : Sebahagaian anak-anak Malaysia di Jakarta]

Hari ini aku harus cepat menghadirkan diri ke ruangan kuliah. Hari ini aku ada tugas yang harus diselesaikan dengan demi meningkatkan keyakinan diri. Hari ini aku harus tampil dengan lebih yakin dan berani. Hari ini hari pertama aku harus menampilkan kemampuan dan keupayaan diri. Aku akan diuji oleh teman-teman yang selama ini tak terlalu pasti. Apakah aku mampu berdiri sendiri? Hari ini untuk kali pertamanya aku maju ke depan untuk mempersembahkan tugas yang diberi. Tugasan dari dosen ‘Pengantar Sejarah Indonesia’ Ibu Sudarini MA. Ibu Sudarini seorang dosen senior yang sangat baik dan disenangi oleh semua anak didiknya.

Disebabkan sikap Ibu Sudarini yang baik hati dan sangat menghargai hasil kerja mahasiswanya dan tak pernah kedekut untuk memuji, maka aku dapat melaksanakan semua tugas-tugas yang diberi dengan baik sekali. Pembentanganku juga mendapat pujian dan sangat dihargai. Itu membuatkan aku dapat meningkatkan keyakinan diri. Apa lagi apabila teman-teman rata-rata memuji. Mulai hari itu, aku semakin mulai dikenali, ke mana saja aku pergi sudah ramai teman yang menawarkan diri untuk menemani.

[Foto 3 : Sambutan Kemerdekaan di Kedutaan]

Semakin hari aku rasakan kehidupan di kampus UI sudah sangat serasi. Penguasaan terhadap disiplin ilmu yang aku pelajari semakin mantap dengan bantuan rakan-rakan yang sangat baik hati. Aku sepertinya sudah dapat menambahkan keyakinan diri, apa lagi dosen-dosen juga sudah ramai yang mengenali. Ibu Nana, Ibu Sudarini, Mbak Ita, Mas Kasjianto, Ibu Manus, Pak R.Z. Leriesa, Pak Soetopo Susanto, Mas Iskandar dan ramai lagi dosen yang sangat ambil peduli. Aku sangat-sangat merasakan sesuatu yang istimewa menjadi mahasiswa di sini.

Rasa cinta kepada kehidupan di kampus membuatkan aku sering banyak menghabiskan masa bersama rakan-rakan di FSUI berbanding dengan rakan-rakan seperjuanganku dari Malaysia. Sejak mula aktif di kampus juga aku mula mengurangkan waktu untuk mengikuti program-program anjuran pelajar-pelajar Malaysia di Jakarta. Apa lagi di sebabkan faktor jarak yang begitu jauh di antara Depok dan Wisma Malaysia di Jakarta, menyebabkan aku mula menjarakkan diri untuk ikut dalam aktiviti di sana.

Kalau pun aku ke Jakarta, itu cuma untuk menghadiri acara-acara besar seperti Sambutan Malam Kemerdekaan Malaysia atau juga meraikan sambutan Hari Raya Aidil Fitri bersama warga Negara Malaysia di Kedutaan Malaysia, Jalan Kuningan, Jakarta Pusat. Walau pun begitu aku tak lepaskan peluang juga untuk menyumbangkan tenaga untuk membuat persembahan. Pernah ada ketikanya, aku diundang oleh TYT Duta Besar Malaysia Dato’ Abdullah Zawawi untuk mengiringi beliau menyanyi mendendangkan lagu ‘Gentaran Jiwa’, sambil aku memetik gitar. Itu antara kenangan manis yang tak akan pernah aku lupakan.

Pernah ada ketikanya juga aku diberi tanggung jawab untuk mengetuai kumpulan koir anak-anak Malaysia di Jakarta menyampaikan rangkaian lagu-lagu Patriotik sempena sambutan Hari Kemerdekaan di Kedutaan Besar Malaysia di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat. Ketika itu aku baru saja berada di tahun pertama di Jakarta.

Tapi itu hanya terbatas di tahun pertama, ketika aku belum mengenal cara hidup di kampus tercinta. Tapi apabila kehidupan di kampus mula menguasai jiwa dan rasa…., aku mula berjinak-jinak dengan kegiatan kemahasiswaan di UI. Ternyata banyak pengalaman yang dapat aku timba di sini. Jiwa kepimpinan mahasiswa sangat luhur dan tidak pernah berbelah bagi. Aku mula menyertai satu-persatu persatuan mahasiswa yang ada di sini.

Organisasi pertama yang aku anggotai di kampus ialah ‘Studi Klub Sejarah’ (SKS). Orang yang berjasa membawa aku mengenali dunia mahasiswa ini tentu sahaja sahabat baikku Andi Lubis(alm.). Kali pertama menyertai organisasi ini aku menjadi seperti sangat terasing sekali, apa lagi rata-rata yang menyertai persatuan ini adalah semua anak-anak Indonesia yang latar belakang budaya dan cara pemikiran mereka sama. Sedangkan aku ketika itu baru mengenal sejarah bangsa Indonesia, apalagi masih mengambil waktu untuk memahami jiwa dan budaya bangsa Indonesia.

Tetapi sesuatu yang menarik yang aku belajar dalam organisasi ini ialah semangat ‘kesatuan dan kesamaan, keserasian dan keselarasan, kecintaan dan persaudaraan’. Semangat ukhwah dan bersama dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil membuatkan aku sangat menyenangi untuk terus bersama SKS. Di SKS aku belajar, bahawa ilmu itu bukan hanya di kelas-kelas kuliah, ilmu itu harus dicari dan digali walau di mana sekali pun. Ilmu itu bukan untuk diri sendiri, tapi ilmu itu untuk dikongsikan bersama mereka-mereka yang dapat membuatkan kita rasa memiliki dan dimiliki.

Di sini aku mula belajar, bahawa tujuan mencari ilmu itu bukan untuk kegunaan sendiri. Tapi kita harus siap untuk mengabdikan diri. Ilmu yang kita cari bukan untuk membanggakan diri, tapi untuk menjadi orang yang siap menawarkan diri, kerana suatu masa nanti khidmat kita sangat dinanti-nanti, oleh orang yang telah lama tidak dipeduli. Dengan ilmu kita dapat menabur bakti, memimpin umat menjadi masyarakat bestari.

Kalau sebelumnya aku hanya seorang mahasiswa biasa, yang datang belajar untuk mencari pangkat dan nama. Tapi kini aku mula sedar akan hakikat sebenarnya, menjadi mahasiswa tak semudah yang kita sangka. Di pundak kita ada tanggungjawab yang tersedia, selepas berjaya, pulang untuk memimpin anak bangsa. Ilmu yang diperolehi tak hanya untuk kita saja, tapi harus kita kongsikan bersama. Barulah nanti hidup akan menjadi lebih bermakna, memanfaatkan ilmu untuk disumbangkan kepada anak bangsa. Barulah ilmu ada keberkatannya.

Samsul KamilOsman, Baling, 26 Ogos 2011

No comments:

Post a Comment