Duh…Tulisan Ini Bagus Sekali
"Setiap tulisan merupakan dunia tersendiri, yang terapung-apung antara dunia kenyataan dan dunia impian)" Pramoedya Ananta Toer (Rumah Kaca, h. 138)
Seringkali kita memuji sebuah tulisan setelah membacanya. Entah itu artikel, puisi, cerpen, maupun tulisan-tulisan berisi curahan hati dari penulis. Mulai dari memuji isi dan tema sampai cara penyampaiannya melalui tulisan. Beberapa kali setelah membaca tulisan di laman kenangan di Indonesia terutama kawan-kawan di Universitas Indonesia, tulisan sdr Samsul Kamil, Noraizan, Zalilah, serta tulisan yang lain, Siti Zainon dan Dr Ismail, tulisan demi tulisan. Dalam Kisah-kisah di Indonesia, sangat memberangsangkan dan memamah jiwa. ….menyentuh perasaan, mengamit kembali kenangan di Pulau Jawa. Duh….tulisan ini bagus sekali…..Sambil dalam hati berteriak: pingin !!!nulis jugok…selagi termampu ………. Selagi kuingat kenangan dan pengalaman di jawa, yang kemudiannya aku namakan sedemikian ……ini kisahku..Jawa Jaman Jali
Tidak pula terbatas di dunia maya, tulisan-tulisan di media cetak juga sering kali bikin berdetak kagum. Mulai dari model penulisan berita oleh wartawan, sampai yang berbentuk novel, buku ilmiah, maupun buku kumpulan puisi : semuanya merupakan hasil karya yang gemilang. Setiap sebuah tulisan yang aku kagumi, kalau boleh memberi istilah, ada unsur “Jiwa ” yang tersendiri atas pemilihan tema, gaya penulisan, cara menulis, penataan kata dan kalimat, dan juga pengendalian emosi dalam mengungkap pikiran dan perasaan, sehingga terhias rapi dan enak dibaca serta mengasyikan untuk terus dibaca….
Apakah aku bisa menulis seperti itu?
Dengan bertatih dan terus mencoba, aku tekadkan diri untuk berlatih dan terus berlatih. Entah bagaimana hasilnya, dan pernah sekali di jaman belajar di Jawa aku pernah menulis di Majalah Detik, majalah yang menjadi wadah tempat pelajar Malaysia di Indonesia belajar menulis dan meluahkan perasaan, majalah yang diterbitkan oleh Persatuan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia Indonesia (PKPMI Pusat) mengembangkan minat dan bakat menulis, bagi yang baru berjinak-jinak dalam bidang penulisan. Pernah sekali tulisan aku tersangkut dan diterbitkan oleh penal penilai majalah detik yang terdiri dari AJK PKPMI Pusat bersama Pengarah Pelajar Malaysia di Indonesia pada waktu itu En. Mohamad Said yang berpejabat di Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat. Entah bertahan selama mana majalah ini, setahuku hanya 2 edisi sahaja, bukan kerana tidak mendapat sambutan tetapi sukar dari segi pengurusan.
Duh……………tulisan ini bagus sekali……itu tanggapan yang terucapkan oleh AJK Panel Pemilih tulisan , tulisan yang dihantar ke majalah Detik dipilih oleh penal ini, akupun tidak tahu bahawa tulisan itu aku yang punya rupanya….kerana sang penilai mengatakan tulisan tersebut berkaitan dengan mimpi yang dibawa dalam penulisan menjadi bentuk tulisan ilmiah. Aku menyedari tulisan itu adalah tulisan aku, Bercerita tentang Sang Pemula……bacalah dalam Majalah Detik edisi pertama mula diterbitkan tahun 1990 ( kepunyaanku sendiri entah hilang kemana, sape-sape yang masih punya Majalah tersebut boleh berkongsi denganku). Ceritanya mengenai perjuangan kemerdekaan seorang tokoh di negara kita yang akhirnya dianggap sebagai tokoh perjuangan di Indonesia, Saudara Ibrahim Yaakob. Itulah tulisan pertamaku….dapatlah jugok honorarium sebanyak 150ribu rupiah (kalau tak silap)
Namun sangat disayangkan, sampai saat ini aku sendiri lebih sering tidak sempat atau belum mampu mencermati “bentuk tulisan” tersebut untuk pembelajaran. Bagaimana aku akan “nyolong ilmu” atau mencuri ilmu cara menulis dari sebuah tulisan, kalau “roh tulisan” itu sudah lebih dulu mencengkeram perhatian aku, menarik pikiran dan perasaan untuk masuk, masuk ke dalam dunia angan-angan pemikiran sang penulis.Tidak bisa dikendalikan. Jika begitu, sudah tidak mampu lagi memperhatikan bentuk tulisan. Dengan lemas dan tak berdaya diseret oleh ruh tulisan ke dalam dunia pemikiran sang pengarang.
Misalnya sampai sekarang aku masih terbayang-bayang dengan kelanjutan nasib kisah cinta Minke dan Anelis. Bagaimana keadaan mereka setelah berpisah di pelabuhan. Demikian juga aku ingin bertemu dengan Nyai Ontosoroh atau melihat langsung kegagahan Darsam, jagoan dari Madura. Padahal tokoh-tokoh itu hanya khayalan Pramoedya Ananta Toer dalam Trilogi Bumi Manusia. Namun seolah-olah nyata dan ada. Dan bukan cuma tulisan-tulisan karya Pramoedya Ananta Toer saja yang menghisap pikiran dan perasaan hingga tidak sempat lagi memperhatikan bentuk tulisannya.
Tapi masih banyak lagi penulis-penulis yang mampu membuat jurang-jurang untuk menyeret, menyedot, menghisap pembaca agar masuk berputar-putar di dunia khayal. Misalnya saat ini tulisan Andrea Hirata dalam Trilogi Laskar Pelanginya, menyebabkan aku akhirnya tersadar untuk mencoba mengapung di atas aliran roh tulisan-tulisan yang begitu bagus yang aku baca. Dan berkata: apakah aku bisa menulis seperti itu?
Membaca tulisan-tulisan di akhbar pun demikian. Lebih sering aku terseret dalam roh tulisan, tanpa sempat lagi memperhatikan untuk belajar teknik menulisnya. Aduh …..bagus sekali tulisan ini…..itulah ucapan ku….tak terpadam
Beruntunglah juga aku belajar di Jawa memang telah termenteri aku datang ke sini, di Jawa dan Jakarta. Baru terbuka mata aku, betapa hebatnya para mahasiswa dengan berbagai pemikiran dan ideologi yang aku yakin mampu diguna di bidang masing-masing, tergantung pada minat, wawasan, hobi, serta pengalaman. Kemudian sering merasa betapa kecil diri ini dengan keterbatasan ilmu, wawasan dan pengalaman lalu turut terikut-ikutan “nggaya” keberanian dan kefahaman mahasiswa. Setiap mahasiswa mempunyai ideologi dan idea tersendiri.
Bagiku, dunia pendidikan dan dunia penulisan adalah dua dunia yang saling melengkapi. Pendidikan tanpa kemahiran menulis akan menyebabkan apa yang dipelajari dan diajar akan hilang tanpa kesan, sementara hanya faham dunia penulisan tanpa mempunyai jiwa pendidikan menyebabkan pendidikan itu tidak mempunyai jiwa yang tepat. Jadi disini aku kan cuba menyatukan kedua-duanya……apakah hasilnya seperti aku harapkan…….duh bagus sekali tulisan ini……
Aku sedar menulis itu adalah suatu pekerjaan yang dilakukan daripada panggilan hati, seorang menulis adalah untuk menjaga peradaban agar tidak lenyap mengikut peredaran zaman, menulis bererti mengikat ilmu, menulis bererti seperti seorang bidan membantu kelahiran bayi-bayi sejarah yang akan dikenal, dirasa, kemudian tumbuh menjadi besar. Menulis bererti membenihkan gagasan untuk dilahirkan sebelum akhirnya membesar seperti pohon liar yang terus menerus tumbuh memanjat terus ke langit.
Ya, aku hanya ingin bisa menulis bagus biarpun masih belepotan dan rasanya masih juga jauh dari harapan. Semoga tetap bisa menjaga semangat dan tidak putus asa. Semangat semasa belajar di Jawa, semangat di Fakultas Ilmu Sosial Budaya (dulu Fakultas Sastera), Jurusan Sejarah, Universiti Indonesia. Semangat semasa bergelar mahasiswa. Semangat Mat jali…….
Tentu pada akhirnya kembali pada “be yourself” jadilah dirimu sendiri. Tapi apa salahnya mengagumi jiwa tulisan penulis-penulis hebat, siapa tahu suatu masa nanti ada sedikit ilham dan mimpi memperolehi kemampuan menulis. Dan dengan sedikit keberanian serta berlatih dan terus berlatih yang cuba aku usahakan. Biarpun semasa menulisnya mencari kesempatan duduk sebentar di saat memerhati burung berkicauan. Atau ketika sedang bermain dengan anak-anakku. Kemudian disimpan di dalam draft untuk nanti siap dicerna entah bila dan menjadi satu tulisan yang bagus. Tulisan inipun untuk menjadi rampung sebegini memakan masa sebulan-bulan….idea bermula setelah membaca tulisan kawan-kawan dalam laman kisah-kisah di Indonesia….duh bagus sekali tulisan ini….itu saja yang dapat aku katakan setelah membacanya tulisan kawan-kawan yang pernah belajar di Jawa..
Sebenar-benarnya aku memang seorang pemimpi. Tidak punya profesan lain. Tapi aku selalu berusaha menghargai profesi lain. Seperti halnya saat aku makan nasi, aku ingat ada jerih payah petani di setiap butirnya. Jangan sampai nasi tertumpah kelantai, itu pesan ibubapaku..dan itulah jugak yang aku beritahu kepada ank-anakku, jangan ingat hidup kita senang kerana tidak menjadi petani sepenuhnya, menjadi alasan tidak menghargai petani.
“Jangan takut untuk berimpian besar, kerana yang orang tidak punya impian bererti tidak punya cita-cita dan masa depan” pesan orang tua-tua. Tapi bermimpi bukannya seperti Mat Jenin…bermimpilah dengan sentiasa berusaha untuk mencapai apa yang diimpikan……pesan itu datangnya dari ayahku.
Jika aku sedang membaca berita di akhbar, terbayang di belakang kata demi kata ada wartawan yang bekerja keras. Dalam aktiviti menulis dan membaca, masih terngiang-ngiang bagaimana ibubapa dan guruku dengan sabarnya membimbing aku mengenalkan huruf demi huruf sampai aku faham. Sampai aku pandai tulis dan baca. Walupun ibupaku sekadar mengenal beberapa huruf dan hanya sekadar boleh membaca.Yang jelas, beberapa tahun di Jawa, rasanya aku tergembleng oleh suhu-suhu yang panas dalam buku-buku yang aku baca dan bidang yang aku tekuni. Langsung tidak langsung, sengaja tidak sengaja, tulisan itu telah mengajari aku : begini lho kalau mahu hidup…..belajarlah dari pengalaman..
Walaupun tetap semuanya kembali pada diri sendiri. Mampu atau tidak menyerap pelajaran dari materi yang diajar.Mudah-mudahan sedikit waktu di Jawa telah memberi banyak bekal untuk bisa aku bawa kembali ke gubuk derita yang telah aku huni bertahun-tahun. Semoga ada peningkatan. Lantainya yang kayu, bisa aku ganti dengan jubin biarpun jubin kasar. Dindingnya dari buluh akan aku ubah minimalnya cukup pakai papan sahaja. Kehidupan masyarakat petani berubah menjadi masyarakat pedangang…bukankah itu matlamat dan tujuan pendidikan kita….mengubah kehidupan pelajar menjadi lebih baik…..
Hanya terima kasih yang bisa aku ucapkan kepada semua pensyarah dan kawan-kawan seperjuangan di Jawa, sembari membaca tulisan-tulisan yang diterbitkan, kemudian berusaha mengapung dan berdecak kagum : akan bermulakah kisahku….kisah suka duka semasa belajar di Jawa…kisah seorang anak desa yang telah tidak sengaja dapat belajar di Jawa…. duh… tulisan ini bagus sekali…Ini kisahku……..kisah Jawa Jaman Jali.
Jali Mat Jali, 29 September 2011.
No comments:
Post a Comment